Rabu, 12 November 2008

batik

Batik dan budaya bangsa
oleh Suminto Fitriantoro


Batik dalam tinjauan historis khususnya di Kraton Yogyakarta dengan syarat dan makna sosial maupun religi-adati mampu menunjukkan nilai-nilai kebesaran, keseragaman dan pengaruh terhadap masyarakat pendukungnya sebagai suatu produk budaya, dalam kehidupan seni budaya, Kraton Yogyakarta selain dipandang memiliki kewenangan dalam kepentingan politik juga memiliki kewenangan dalam mengemban misi kebudayaan, hal ini tampak dalam salah satu produk budayanya yakni seni batik di daerah Yogyakarta, yang merupakan manifestasi budaya Kraton baik dari aspek bentuk motif, fungsi, dan makna simbolisnya yang dipercaya dan diyakini mempu memberikan harapan baik bagi para pemakainya, yang kesemuanya terangkum dalam kehidupan falsafah masyarakat Jawa.
Batik di dalam istana telah menjadi busana untuk kepentingan upacara, baik upacara garebeg, upacara daur hidup, menyambut tamu agung, maupun untuk busana tari. Sedang di luar Kraton batik memiliki fungsi lebih beragam dan lebih kompleks salah satunya adalah untuk kepentingan ekonomi baik pribadi maupun perusahaan yang menghasilkan beberapa produk batik.
Karakter kebudayaan Kraton yang menjunjung tinggi nilai falsafah dan aristokrat Jawa, nilai pakai seseorang atau pejabat ditentukan oleh keseragaman (ketentuan yang dibuat pihak Kraton) dan nilai-nilai spiritual para pemakainya, dalam artian pakaian bisa digunakan sebagai media untuk penghambaan diri kepada Tuhan, memohon keselamatan dan memiliki fungsi sosial sebagai sarana kontrol sosial yang terwujud dalam kebersamaan.
Dibalik motif batik tersirat banyak makna yang diwujudkan dalam bentuk bentuk bahasa simbol yang menunjukkan kebesaran dan kekuatan raja (Kraton) sebagai perwakilan Tuhan di muka bumi. Melalui pengkultusan terhadap raja dan bengsawan serta simbol kebesaran Kraton menujukkan status sosial yang membedakan kedudukan mereka atas para kawla alit.
Batik istana dalam kehadirannya sebagai produk seni Kraton merupakan salah satu alat legitimasi kelompok birokrat kerajaan atas golongan yang lebih rendah dengan menciptakan pengkultusan atas suatu produk budaya tersebut sehingga menduduki derajat “eksklusif” dalam wujud kebesaran dan keseragaman Kraton Yogyakarta.

Tidak ada komentar: