Rabu, 12 November 2008

simbolisme batik

SIMBOLISME BATIK
oleh Suminto Fitriantoro

A. Simbolisme Dalam Kehidupan Masyarakat Jawa
Pandangan masyarakat Jawa dalam memaknai dan mengartikan realitas kehidupan yang dialami dan dirasakan tidak dapat dipisahkan terhadap perkembangan dan sistem budayanya. Dalam hal ini dapat dipahami bahwasannya kebudayaan itu bersifat berkelanjutan/ ajeg (continue) yang dalam ungkapan bahasa Jawa (Aporisma Jawa) biasa dipahami dengan Alon-alon waton kelakon, Gliyak-gliyak waton tumindak (untuk mencapai tujuan diperlukan keseksamaan, ketekunan, kewaspadaan serta kesabaran, namun kita tidak boleh hanya menunggu dan tidak berbuat apa-apa sama sekali, karena itu lebih baik kita langsung mulai melaksanakan sesuai dengan kemampuan, meski perlahan) . Sikap tersebut sesuai dengan karakteristik/ persifatan dalam falsafah (cara pandang) hidup orang Jawa yang menekankan pada kehalusan budi dan rasa serta ketentraman batin.
Ketentraman batin dalam hal ini dapatnya diperoleh melalui keseimbangan diri (mikrokosmos) dan alam semesta (makrokosmos), yang dalam masyarakat Jawa sering diwujudkan dalam bentuk simbol sebagai perantara untuk menghubungkan/ menyatukan dirinya dengan kekuatan yang lebih besar yang berasal dari luar dirinya (kekuatan adhikodrati). Menurut pandangan Jawa pada umumnya, bahwa kosmos terbagi dalam bagian pangiwa dan bagian panengen. Dalam pangiwa terdapat segala unsur jahat, kasar dan nafsu untuk menghancurkan, sedang dalam bagian panengen terdapat unsur yang baik, tenang, halus dan nafsu untuk membangun dan orang tidak akan menghilangkan unsur-unsur yang terdapat dalam pangiwa karena hal itu dianggap sebagai bagian yang mutlak harus ada dalam alam kosmos dan bagian dari harmonisasi/ keseimbangan alam
Cara pandang dan karakteristik masyarakat Jawa yang demikian itu, diungkapkan oleh Simuh dan dijelaskan Darsono dalam bukunya bahwa dikatakan sebagai ciri-ciri yang menonjol dalam budaya Jawa, yaitu penuh dengan simbol-simbol atau lambang-lambang karena masyarakat Jawa pada masa itu belum terbiasa berpikir abstrak, maka segala ide diungkapkan dalam bentuk simbol yang lebih konkret yang mudah diingat dan dipahami oleh masyarakat umum, karena pada hakikatnya dalam masyarakat sederhana (masyarakat klasik) menggambar sama halnya dengan menulis dalam artian pengertian gambar sama halnya dengan tulisan yang mampu memberikan informasi pada masyarakat atas maksud dan tujuan dibuatnya suatu tulisan atau lambang tertentu. Dengan demikian segalanya dapat menjadi teka-teki, karena simbol dapat ditafsirkan secara majemuk dalam konteks masyarakat penerusnya (generasi berikutnya).
Simbol menurut Ida Bagus Gede Yudha Triguna sebagimana dijelaskan Dharsono memiliki fungsi ganda yakni transenden-vertikal (berhubungan dengan acuan, ukuran, pola masyarakat dalam berprilaku) dan imanen-horisontal (sebagai wahana komunikasi berdasarkan konteknya dan perekat hubungan solidaritas masyarakat pendukungnya).
Realitas budaya yang ada dapat dipahami bahwasannya logika orang Jawa kebanyakan dibangun atas dasar “religi-magi” yang disesuaikan dengan kondisi alam sekitar yang mempengaruhinya. Nur Syam menyebutnya dengan istilah “logika bolak-balik” yang berorientasi pada supernatural – natural – supernatural, dalam artian kehidupan manusia bergerak dari supernatural ke natural, material atau kehidupan sehari-hari, dan melalui hal itu lagi akan kembali ke supernatural.
Melalui penggambaran model berpikir Jawa ini akan dapat dipahami kerangka pikir orang Jawa yang berorientasi pada harmonisasi hubungan antara kawula-gusti, yaitu kesatuan harmonis antara spiritual dan material, yang seringkali diwujudkan ketaatan terhadap raja atau pemimpin selaku wakil Tuhan di muka bumi.
Menurut Nur Syam seperti halnya yang diungkapkan C. Geertz bahwa kebudayaan dalam wujudnya apapun (bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi, dan kesenian) dapat dipahami sebagai sebuah “sistem kognitif dan makna” yang merupakan pengimplementasian dari Model Of (pola bagi tindakan) dan “sistem nilai” yang merupakan pengimplementasian dari Model For (pola bagi tindakan) yang keduanya dihubungkan dengan “simbol”. Contoh yang lebih sederhana adalah upacara keagamaan yang dilakukan oleh suatu masyarakat merupakan “pola dari” sedangkan ajaran yang diyakini kebenarannya sebagai dasar atau acuan melakukan upacara adalah “pola bagi” dari budaya tersebut, sedang untuk menghubungkan keduanya diperlukan simbol untuk dapatnya terjaga eksistensi suatu budaya dengan pendukungnya dengan tetap menjaga keselarasannya.
Perkembangan kebudayaan suatu masyarakat dan para pendukungnya terdiri dari tiga hal penting yakni : Sistem Pengetahuan (kognitif), Sistem Nilai (edukatif), dan Sistem Simbol (pemaknaan). Yang pada hakikatnya kebudayaan merupakan keseluruhan dari pengtahuan manusia yang dapat dijadikan sebagai pedoman dan penginterpretasi dari seluruh tindakan manusia yang diyakini kebenarannya .
Dalam kerangka teoritik keilmiahan itulah budaya Jawa hidup dan terus bertahan hingga saat ini. Pandangan orang Jawa yang menekankan kehalusan budi dan rasa serta ketentraman batin yang diimbangi dengan keselarasan dan keseimbangan alam dengan segala sikap Nerima ing pandum (menerima atas segala peristiwa yang terjadi) inilah yang menempatkan manusia/ individu di bawah masyarakat, dan masyarakat di bawah alam semesta dan dapat diyakini bahwa keseimbangan antara mikrokosmos dan makrokosmos menentukan segalanya untuk dapat menjalani hidup dengan benar.
Hubungan mikrokosmos dan makrokosmos tersebut sesuai dengan pendapat Umar Khayam bahwa mikrokosmos sebagai jagad kecil merupakan jagad yang harus diupayakan terus keselarasannya, keselarasan batin dan jasmaninya. Jagad kecil sebagai unsur bagian jagad besar harus juga terus menjaga agar hubungannya dengan unsur-unsur lain dari jagad besar tetap selaras. Adapun jagad besar itu, menurut pandangan orang Jawa terdiri dari segala macam unsur baik yang terlihat maupun tidak terlihat oleh mata. Manusia, tumbuh-tumbuhan, batu-batuan, sungai, gunung, dan para lelembut, roh halus, roh para cikal bakal pendiri desa (Sing Mbabat Alas : istilah Jawa) adalah unsur-unsur jagad yang berada dalam hubungan keteraturan dan keajegan yang berarti juga keteraturan. Keteraturan dan keajegan itu dipandang oleh orang Jawa berada dalam posisi yang tidak sejajar melainkan senantiasa dalam hubungan hierarkis.
Ajaran filsafat Jawa secara tersirat menjelaskan hubungan mikro-makro-metakosmos, sesuai sistem berpikir budaya religi-magi (mistis) Indonesia dan tidak pernah lepas dari unsur sinkretik. Pandangan tentang makrokosmos mendudukkan manusia sebagai bagian dari semesta, maka dari itu manusia harus menyadari tempat dan kedudukanya dalam jagad raya ini. Pandangan tentang mikro-meta-makrokosmos, dalam konsep yang kemudian disebut ajaran Tribuana/ Triloka , yakni :
• Alam Niskala (alam yang tak tampak dan tak terindera)
• Alam Sakala Niskala (alam wadag dan tak wadag, yang terindera tetapi juga tak terindera)
• Alam Sakala (alam wadag dunia ini).
Manusia dapat bergerak ke tiga alam metakosmos tadi lewat Sakala Niskala yakni lewat kekuasaan perantara yakni Shaman atau pawing, dan lewat kesenian.
Kepercayaan yang demikian itu dapat dilihat dari susunan bangunan kraton, makam, masjid dan beberapa bagunan peninggalan masa Islam Nusantara lainnya yang penuh dengan syarat simbolisme religi. Dalam aporisma Jawa lebih dikenal dengan Urip iku saka Pangeran, bali marang Pangeran. Purwa, Madya, Wasana (Hidup itu berasal dari Tuhan dan kembali kepada Tuhan. Alam Purwa-Permulaan, Alam Madya-Tengah, Alam Wasana-Akhir) Dalam hal ini nampak jelas kesinambungan sebuah eksistensi keyakinan yang terus diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol.
Melalui simbol-simbol inilah manusia berupaya untuk mencapai kesempurnaan diri dengan tetap menjaga keseimbangan (balance) dan komunikasi yang selaras dengan dirinya sendiri (kekuatan yang ada dalam diri) maupun kekuatan di luar dirinya. Melalui alam seni, rasa budaya manusia yang dipenuhi dengan segala macam gejolak jiwa yang tidak terungkapkan dalam kehidupan keseharian dicurahkan dalam bentuk simbol-simbol yang dipercaya dapat mengantarkan dan memberikan ketenangan jiwa.
Manusia dengan kehidupan estetis inilah mampu menangkap dunia dan sekitarnya yang mengagumkan, kemudian ia merenungkannya kembali rasa keindahan itu dalam beberapa karya seni, sedang dalam tingkatan etika manusia mencoba meningkatkan kehidupan estetisnya dalam bentuk tindakan manusiawi yaitu bertindak bebas dan bertanggung jawab.

B. Batik Dalam Dimensi Sakral
Aspek sakralitas yang melekat pada batik dengan motif atau corak-corak tertentu merupakan pengejawantahan dari pada kondisi batiniah (alam mikro) dengan alam sekitar (alam makro) yang diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol. Pada dasarnya batik Kraton atau batik pedalaman merupakan suatu produk budaya yang tumbuh dan berkembang diatas dasar-dasar filsafat kebudayaan Jawa (kehidupan Kraton) yang mengacu pada nilai-nilai spiritual dan permurnian diri, serta memandang manusia dalam konteks harmoni semesta alam yang tertib, serasi dan seimbang .
Batik Kraton memiliki ciri fisik maupun non fisik yang khas yang mencerminkan kondisi alam dan jiwa, dimana batik Kraton lebih didominasi dengan warna-warna gelap, coklat dan hitam yang menggambarkan tentang ketenangan jiwa dan kehalusan rasa seni dan budaya Kraton. Dominasi warna gelap ini juga tak lepas dari kondisi alam seperti pohon, ranting, daun-daunan, bunga, buah-buahan aliran sungai, dll.
Kerajinan batik tradisional (batik Kraton) sebagai sebuah karya seni mempunyai unsur-unsur dalam bentuk proporsi, warna, serta garis yang diekspresikan dalam bentuk motif, pola, dan ornamen yang penuh dengan makna simbolis, magis, perlambangan halus dan teliti dalam penggarapannya .
Motif-motif batik klasik (batik Kraton) mengandung beberapa arti dan dipandang cukup berarti bagi orang-orang Jawa. Disamping itu ornamen-ornamen batik klasik harus dapat melahirkan rasa keindahan, dalam artian dapat memberikan perpaduan yang harmoni antara tata warna dengan susunan bentuk pada ornamennya lengkap dengan isiannya . Seni batik harus memberikan keindahan jiwa, susunan dan tata warna yang dilambangkan pada ornamen isiannya, sehingga akan memberikan gambaran yang utuh sesuai dengan paham kehidupan.
Pemakaian tata warna batik seperti kuning, putih, merah, biru dan hitam menjadi karakteristik orang Jawa yang dianggap memiliki lambang/ simbol pemujaan terhadap kedudukan yang lebih tinggi. Pada umumnya lambang yang dinyatakan dalam bentuk simbol diilhami oleh lambang-lambang warna kosmogoni Jawa yaitu keblat papat lima pancer yang juga disebut dunia waktu yang digambarkan dalam bentuk penggolongan keempat dimensi ruang berpola empat mata angin dengan satu pusat ditengahnya. Makna warna-warna itu didasarkan atas mata angin yang memiliki warna simbolik yaitu :
Gb. 12

X : WARNA PERPADUAN



Dalam ajaran Tasawuf Jawa lebih dikenal dengan sedulur papat lima pancer yang dalam pemaknaan simbolismenya diorientasikan pada sikap pengandalian diri yaitu dilambangkan dengan :
Gb. 13





Gb. 14






Dari kesemua elemen warna, unsur alam dan persifatan manusia yang memiliki garis hubung di setiap elemen itulah yang medasari nilai kepercayaan/ keyakinan masyarakat Jawa dalam mendapatkan ilham/ intuisi. Dan warna-warna tersebut memiliki kedudukan yang berpengaruh terhadap penempatan warna baku pada batik klasik (batik Kraton).
Tabel 4. (sistem waktu dalam ruang kosmos )
Bumi Hitam Lauwamah
(utara) Angongso (serakah), menimbulkan dahaga, kantuk, lapar,dsb. Lahirnya dari mulut dan tempatnya dalam perut, diibaratkan hati yang bersinar hitam.

Api Merah Amarah
(selatan) Memiliki watak angkara murka, iri, pemarah dan sebagainya. Bersumber di empedu timbul dari telinga, ibarat hati bersinar merah.

Angin Kuning Supiah
(barat) Artinya birahi, menimbulkan watak rindu, membangkitkan keinginan, kesenangan, dsb. Bersumber dari pada limpa, timbul dari mata ibarat hati bersinar kuning.
Air Putih Mutmainah
(timur) Artinya jujur, ketentraman, punya watak loba akan kebaikan, tanpa mengenal batas kemampuan, sumbernya dari tulang timbul dari hidung, ibarat hati bersinar putih.

non blok dan politik luarnegeri bebas aktif

INDONESIA DALAM GERAKAN NON BLOK SERTA
PENGARUHNYA TERHADAP POLITIK LUAR NEGERI BEBAS-AKTIF

oleh Suminto Fitriantoro

A. Pengertian Politik Luar Negeri Indonesia Bebas-Aktif
Politik luar negeri yang bebas aktif mengandung dua unsur pokok. Pertama, "bebas" biasanya diartikan tidak terlibat dalam aliansi militer atau pakta pertahanan dengan kekuatan luar negeri . Dalam arti lebih luas politik luar negeri yang bebas menunjukkan tingkat nasionalisme yang tinggi, yang menolak keterlibatan atau ketergantungan terhadap pihak luar yang dapat mengurangi kedaulatan Indonesia.
Kedua, kata "aktif" menunjukkan bahwa politik luar negeri Indonesia tidaklah pasif dan hanya mengambil sikap netral dalam menghadapi permasalahan-permasalahan internasional. Pembukaan UUD 1945 secara jelas menuntut Indonesia untuk menentang segala bentuk penjajahan dan ikut memajukan perdamaian dunia . Dengan politik luar negeri bebas aktif, Indonesia memainkan peranan yang cukup besar di panggung internasional dalam dua dekade pertama kemerdekaan
Walaupun doktrin politik luar negeri bebas aktif yang dicetuskan Hatta disepakati bangsa Indonesia sebagai strategi yang tepat, guna menjamin kedaulatan bangsa dan mengoptimalkan peranan Indonesia di panggung regional dan internasional, pada kenyataannya mengimplementasikan doktrin tersebut tidaklah mudah. Indonesia, seperti negara-negara berkembang lainnya, menghadapi dilema antara keinginan berdaulat dan tuntutan pembangunan. Sebagai negara yang baru merdeka dari penjajahan Belanda dan Jepang, masyarakat Indonesia umumnya sangat nasionalis dan peka terhadap intervensi asing, sehingga tidak ingin tergantung pada kekuatan luar . Di lain pihak, sebagai negara berkembang dengan segala keterbatasannya, Indonesia mau tidak mau harus berpaling kepada negara-negara industri maju, yang umumnya merupakan negara-negara bekas penjajah, apabila hendak memajukan pembangunan ekonomi.
B. Pengaruh Politik Luar negeri Bebas-aktif terhadap terbentuknya Gerakan Non Blok
Dalam rangka penerapan politik bebas aktif, Indonesia telah memberikan sumbangan besar di berbagai kawasan dunia yang sedang mengalami persoalan dan persengketaan, dengan tidak hanya berupa pengiriman pasukan penjaga perdamaian dan penasehat minter di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), tetapi juga ikut aktif menggerakkan upaya penyelesaian diplomatik lainnya. Selama sekitar 10 tahun, misalnya, Indonesia berperan sebagai salah satu perantara dialog antara pihak-pihak yang bersengketa di Kamboja hingga kemudian masalah Kamboja memperoleh format penyelesaian yang bisa diterima semua pihak dan berhasil menyelenggarakan pemilihan umum pertamanya di bawah pengawasan PBB .
Hubungan luar negeri merupakan kegiatan antarbangsa baik regional maupun global melalui berbagai forum bilateral dan multilateral yang diabdikan pada kepentingan nasional, dilandasi prinsip politik luar negeri bebas aktif dan diarahkan untuk turut mewujudkan tatanan dunia baru berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial serta ditujukan untuk lebih meningkatkan kerja sama internasional, dengan lebih memantapkan dan meningkatkan peranan GNB.
Hubungan luar negeri dikembangkan untuk meningkatkan persahabatan dan kerja sama multilateral dan bilateral, baik regional maupun global, sesuai dengan kepentingan nasional. Citra Indonesia yang positif di luar negeri terus dikembangkan antara lain dengan memperkenalkan kebudayaan, hasil pembangunan dan daerah tujuan wisata, pertukaran pemuda, pelajar dan mahasiswa, serta kegiatan olahraga yang diselenggarakan, baik oleh Pemerintah maupun masyarakat.
Peranan Indonesia dalam upaya menyelesaikan berbagai masalah dunia, khususnya yang mengancam perdamaian dunia dan yang bertentangan dengan rasa keadilan dan kemanusiaan, terus ditingkatkan melalui tahapan dan langkah yang konstruktif dan konsisten yang dilandasi oleh semangat Dasasila Bandung.
Perkembangan, perubahan, dan gejolak dunia terus diikuti dengan saksama agar secara dini dapat diperkirakan terjadinya masalah yang dapat mempengaruhi stabilitas nasional serta menghambat kelancaran pembangunan dan pencapaian tujuan nasional agar dapat diambil langkah yang tepat dan cepat untuk mengatasinya. Perkembangan dunia yang mengandung peluang yang menunjang dan mempercepat pelaksanaan pembangunan nasional perlu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Kemampuan antisipasi dan penyesuaian terhadap perkembangan, perubahan, dan gejolak dunia perlu ditingkatkan melalui peningkatan kemampuan diplomasi disertai pendekatan yang tepat sesuai dengan kepentingan nasional
Peranan Indonesia di dunia internasional dalam membina dan mempererat persahabatan dan kerja sama yang saling menguntungkan antara bangsa-bangsa terus diperluas dan ditingkatkan. Perjuangan bangsa Indonesia di dunia internasional yang menyangkut kepentingan nasional, seperti upaya lebih memantapkan dasar pemikiran kenusantaraan, memperluas ekspor dan penanaman modal dari luar negeri serta kerja sama ilmu pengetahuan dan teknologi, perlu terus ditingkatkan.
1. Pemantapan prinsip politik luar negeri bebas aktif dilakukan dengan
a. meningkatkan peran diplomasi dalam memberikan pengertian kepada masyarakat internasional mengenai aspirasi Indonesia di bidang politik, ekonomi, keamanan, sosial budaya, teknologi sehingga dapat memperluas peranan Indonesia dalam membina dan mempererat persahabatan dan kerja sama antar bang¬sa secara saling menguntungkan serta menunjang upaya pem¬bangunan nasional;
b. meningkatkan partisipasi masyarakat dalam hubungan luar negeri yang meliputi kegiatan anak, pemuda, remaja, wanita, dunia usaha, ulama, seniman dan budayawan, serta cendekiawan melalui berbagai kegiatan yang dapat memban¬tu terciptanya citra positif Indonesia di mancanegara; dan
c. meningkatkan upaya melindungi kepentingan dan hak-hak warga negara Indonesia di luar negeri.
2. Peningkatan Peran GNB
Peningkatan peran GNB dilaksanakan dengan:
1. membangun kerja sama yang lebih erat dengan sesama anggota GNB, terutama dalam pengembangan kerja sama teknik dan ekonomi sebagai perwujudan kerja sama Selatan-Selatan melalui upaya melibatkan negara-negara maju dan lembaga-lembaga keuangan internasional; serta
2. meningkatkan dialog Utara-Selatan berdasarkan kepentingan dan tanggung jawab bersama, semangat kemitraan global, saling ketergantungan, dan saling memberi manfaat terutama yang diarahkan untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam hubungan ekonomi internasional yang dapat menunjang pembangunan berkelanjutan.

batik

Batik dan budaya bangsa
oleh Suminto Fitriantoro


Batik dalam tinjauan historis khususnya di Kraton Yogyakarta dengan syarat dan makna sosial maupun religi-adati mampu menunjukkan nilai-nilai kebesaran, keseragaman dan pengaruh terhadap masyarakat pendukungnya sebagai suatu produk budaya, dalam kehidupan seni budaya, Kraton Yogyakarta selain dipandang memiliki kewenangan dalam kepentingan politik juga memiliki kewenangan dalam mengemban misi kebudayaan, hal ini tampak dalam salah satu produk budayanya yakni seni batik di daerah Yogyakarta, yang merupakan manifestasi budaya Kraton baik dari aspek bentuk motif, fungsi, dan makna simbolisnya yang dipercaya dan diyakini mempu memberikan harapan baik bagi para pemakainya, yang kesemuanya terangkum dalam kehidupan falsafah masyarakat Jawa.
Batik di dalam istana telah menjadi busana untuk kepentingan upacara, baik upacara garebeg, upacara daur hidup, menyambut tamu agung, maupun untuk busana tari. Sedang di luar Kraton batik memiliki fungsi lebih beragam dan lebih kompleks salah satunya adalah untuk kepentingan ekonomi baik pribadi maupun perusahaan yang menghasilkan beberapa produk batik.
Karakter kebudayaan Kraton yang menjunjung tinggi nilai falsafah dan aristokrat Jawa, nilai pakai seseorang atau pejabat ditentukan oleh keseragaman (ketentuan yang dibuat pihak Kraton) dan nilai-nilai spiritual para pemakainya, dalam artian pakaian bisa digunakan sebagai media untuk penghambaan diri kepada Tuhan, memohon keselamatan dan memiliki fungsi sosial sebagai sarana kontrol sosial yang terwujud dalam kebersamaan.
Dibalik motif batik tersirat banyak makna yang diwujudkan dalam bentuk bentuk bahasa simbol yang menunjukkan kebesaran dan kekuatan raja (Kraton) sebagai perwakilan Tuhan di muka bumi. Melalui pengkultusan terhadap raja dan bengsawan serta simbol kebesaran Kraton menujukkan status sosial yang membedakan kedudukan mereka atas para kawla alit.
Batik istana dalam kehadirannya sebagai produk seni Kraton merupakan salah satu alat legitimasi kelompok birokrat kerajaan atas golongan yang lebih rendah dengan menciptakan pengkultusan atas suatu produk budaya tersebut sehingga menduduki derajat “eksklusif” dalam wujud kebesaran dan keseragaman Kraton Yogyakarta.

Gerakan Non Blok

masih relevankah gerakan non blok?

oleh suminto fitriantoro

Masih relevankah Gerakan Nonblok? Itulah antara lain pertanyaan mendasar menjelang pertemuan puncak GNB, yang dibuka hari Jumat 15 September di Havana, Kuba, atau hari Sabtu 16 September waktu Indonesia. KTT antara lain dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Pertanyaan itu lebih terkait dengan latar belakang pembentukan GNB tahun 1961 pada saat memuncak Perang Dingin. GNB lahir untuk mengimbangi pertarungan ideologis antara Blok Barat pimpinan Amerika Serikat dan Blok Timur pimpinan Uni Soviet.

Ketika Perang Dingin memuncak, peran dan fungsi GNB mencegah perang nuklir antara Blok Barat dan Blok Timur. Setelah Perang Dingin berakhir, peran GNB surut, dan keberadaannya dianggap sudah selesai pula.

Namun, dalam perkembangannya, setelah era Perang Dingin semakin jauh ditinggalkan, GNB justru tetap bertahan. Memang perlu diakui, muncul banyak kritik terhadap peran dan fungsi GNB, yang dinilai kurang membantu menyelesaikan berbagai persoalan di kalangan anggotanya maupun antaranggotanya.

Sebagai organisasi yang ditopang oleh 118 negara anggota negara berkembang, GNB sesungguhnya dapat meningkatkan kiprahnya di tengah dunia yang sedang berubah. Apalagi GNB lahir dari keinginan dan semangat mencegah perang dan memperkokoh perdamaian.

Setelah Perang Dingin berakhir, perang dan konflik bersenjata masih muncul di mana-mana, terutama di kalangan anggota GNB sendiri. Harapan akan terbentuknya dunia yang lebih aman dan damai ternyata masih sulit diwujudkan.

Dunia masih terus dilanda kekacauan bukan hanya oleh konflik bersenjata dan gelombang kekerasan yang merebak di mana-mana, tetapi juga oleh ketimpangan sosial ekonomi, kemiskinan, dan krisis ekologi.

Jika ketegangan di era Perang Dingin lebih dipicu oleh pertarungan ideologis antara kapitalisme dan komunisme, saat ini dunia dilanda oleh masalah ketimpangan ekonomi dan tatanan dunia yang tidak adil.

Tantangan bagi setiap anggota GNB tentu saja bagaimana berbenah diri dan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya masing-masing agar dapat berperan lebih aktif dalam mengurangi ketidakadilan dan ketimpangan yang melanda dunia.

Melalui KTT Havana, GNB kembali diberi kesempatan dan diuji kemampuannya untuk memberikan kontribusi bagi perdamaian dan keadilan dunia.

kalau kita menanggapi gerakan non blok masih perlu untuk dipertahankan, sebab menurut saya:\
1 berdasarkan pembukaaan UUD 1945 telah dijelaskan bahwa segala bentuk penjajahan dunia harus dihapuskan, selain itu kan bangsa indonesia juga ikut menjaga ketertiban dunia?
2 politik luar negeri indonesia yang bebas aktif juga merupakan dasar utama keterlibatan indonesia ke dalam anggota GNB ya kan? lho, kalau non blok tidak relevan lagi berarti juga politik luar negeri indonesia juga tidak relevan lagi to? cobalah kamu pikir panjang- panjang gituuuu.